Dampak Lingkungan (AMDAL)
Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan
penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek
yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di
sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek Abiotik,
Biotik, dan Kultural. Dasar hukum AMDAL adalah Peraturan Pemerintah No. 27
Tahun 1999 tentang “Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup”.
Di
Indonesia merupakan salah satu Negara yang paling banyak penduduk, berbagai
kebuthan semakin meningkat terutama dalam hal pekerjaan. Semakin banyak manusia
di bumi ini maka semakin banyak pula kebutuhan yang harus terpenuhi agar mereka
bisa bertahan hidup. pembangunan perlu dilakukan untuk meningkatkan tingkat
kesejahteraan rakyat terutama untuk memperluas lapangan pekerjaan. Namun dalam
pembangunan harus memperhatikan beberapa dampak dan aturan-aturan yang berlaku
atau biasa di sebut AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) pembangunan
harus berwawasan lingkungan sehingga menjadi berkelanjutan untuk jangka
panjang.
AMDAL harus dilakukan dengan dua macam cara sebagai berikut.
AMDAL harus dilakukan dengan dua macam cara sebagai berikut.
a.
AMDAL harus dilakukan untuk proyek yang akan dibangun karena Undang-Undang dan
Peraturan-Peraturan Pemerintah menghendaki demikian. Apabila pemilik atau
pemrakarsa proyek tidak melakukannya maka akan melanggar undang-undang dan
besar kemungkinan perizinan untuk pembangunan proyek tersebut tidak akan
didapat, atau akan menghadapi pengadilan yang dapat memberikan sanksisanksi
yang tidak ringan. Cara ini cukup efektif untuk memaksa para pemilik proyek
yang kurang memperhatikan kualitas lingkungan atau pemilik proyek yang hanya
mementingkan keuntungan proyeknya sebesar mungkin tanpa menghiraukan dampak
sampingan yang timbul. Tanpa adanya undang-undang, peraturan pemerintah, dan
Pedomanpedoman Baku Mutu maka dasar hukum dari pelaksanaan AMDAL ini tidak ada.
b.
AMDAL harus dilakukan agar kualitas lingkungan tidak rusak karena adanya
proyek-proyek pembangunan. Cara kedua ini merupakan yang ideal, tetapi
kesadaran mengenai masalah ini tidak mudah ditanamkan pada setiap orang
terutama para pemrakarsa proyek. Manusia dalam usahanya memenuhi kebutuhan dan
meningkatkan kesejahteraannya telah melakukan berbagai aktivitas dari bentuk
yang sederhana sampai yang sangat canggih, mulai dari bangunan yang kecil
sampai yang sangat besar dan canggih, mulai dari yang hanya sedikit saja mengubah
sumber daya alam dan lingkungan sampai yang menimbulkan perubahan yang besar.
Untuk
menghindari timbulnya dampak lingkungan yang tidak dapat ditoleransi maka perlu
disiapkan rencana pengendalian dampak negative yang akan terjadi. Untuk dapat
merencanakan pengendalian dampak negatif harus diketahui dampak negatif apa
yang akan terjadi dan untuk dapat mengetahui dampak yang akan terjadi maka
perlu dilakukan pendugaan dampak lingkungan. Langkah ini disebut Pendugaan
Dampak Lingkungan atau Environmental Impact Assessment dan pendugaan ini
merupakan
proses dalam AMDAL. AMDAL dilakukan untuk menjamin tujuan proyek-proyek
pembangunan yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat tanpa merusak
kualitas lingkungan hidup. AMDAL bukanlah suatu proses yang berdiri sendiri,
tetapi merupakan bagian dari proses AMDAL yang lebih besar dan lebih penting
sehingga AMDAL merupakan bagian dari beberapa hal, yaitu pengelolaan
lingkungan, pemantauan proyek, pengelolaan proyek, pengambil keputusan, dan
dokumen yang penting.
Aktivitas pengelolaan lingkungan baru dapat dilakukan apabila dapat disusun rencana pengelolaan lingkungan, sedangkan rencana pengelolaan lingkungan dapat disusun apabila telah diketahui dampak lingkungan yang akan terjadi akibat dari proyek-proyek pembangunan yang akan dibangun.
Aktivitas pengelolaan lingkungan baru dapat dilakukan apabila dapat disusun rencana pengelolaan lingkungan, sedangkan rencana pengelolaan lingkungan dapat disusun apabila telah diketahui dampak lingkungan yang akan terjadi akibat dari proyek-proyek pembangunan yang akan dibangun.
Pendugaan
dampak lingkungan yang digunakan sebagai dasar pengelolaan dapat berbeda dengan
kenyataan dampak yang terjadi setelah proyek berjalan sehingga program
pengelolaan lingkungan sudah tidak sesuai atau mungkin tidak mampu
menghindarkan rusaknya lingkungan.
Perbedaan dari dampak yang diduga dan dampak yang terjadi dapat disebabkan oleh:
Perbedaan dari dampak yang diduga dan dampak yang terjadi dapat disebabkan oleh:
a.
Penyusun laporan AMDAL kurang tepat di dalam melakukan pandangan dan biasanya
juga disebabkan pula oleh tidak cermatnya para evaluator dari berbagai instansi
pemerintah yang terlibat sehingga konsep atau draft laporan AMDAL yang tidak
baik sudah disetujui menjadi laporan akhir.
b.
Pemilik proyek tidak menjalankan proyeknya sesuai dengan apa yang telah tertulis
di dalam laporan AMDAL yang telah diterima pemerintah terutama saran-saran dan
pedoman di dalam mengendalikan dampak negatif. Misalnya pada laporan AMDAL
jelas bahwa proyek harus membangun pengelolaan air limbah (water treatment
plant), tetapi kenyataannya tidak dilakukan atau walaupun dilakukan tidak
bekerja dengan baik. Contoh lain misalnya alat penyerap debu (dust absorber)
yang harusnya diganti atau dibersihkan tiap dua tahun sekali, tetapi sudah lima
tahun tidak juga diganti.
Untuk
menghindari kegagalan pengelolaan lingkungan ini maka pemantauan haruslah
dilakukan sedini mungkin, sejak awal dari pembangunan, secara terus-menerus
dengan frekuensi yang teratur, apabila diperlukan sejak pra pembangunan. Hasil
dari pemantauan kemudian digunakan untuk memperbaiki rencana pengelolaan
lingkungan kalau memang hasil pemantauan tidak sesuai dengan pendugaan dalam
AMDAL. Hasil pemantauan juga dapat digunakan untuk memperbaiki pendugaan atau
untuk melakukan pendugaan ulang. Secara skematis hubungan hasil ANDAL,
pemantauan, dan pengelolaan dapat dilihat pada gambar berikut.
CONTOH
KASUS AMDAL DI INDONESIA
Aspek
Hukum Perlindungan kawasan industri di Semarang dari Pencemaran Limbah
Pengelolaan lingkungan adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan
hidup (pasal 1 angka 2 UUPLH). Secara umum Pengelolaan secara terpadu
menghendaki adanya keberlanjutan (sustainability) dalam pemanfaatan. Sebagai
kawasan yang dimanfaatkan untuk berbagai sektor pembangunan, wilayah ini
memiliki kompleksitas isu, permasalahan, peluang dan tantangan.
Terdapat
beberapa dasar hukum pengelolaan kawasan industri yaitu:
1) UU No. 5 tahun 1990, tentang Konservasi Sumber daya Alam dan Ekosistemnya.
2) UU No. 24 tahun 1992, tentang Penataan Ruang.
3) UU No. 23 tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
4) UU No. 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah.
5) PP No. 69 tahun 1996, tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, Serta Bentuk
dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang.
6) Keputusan Presiden RI No. 32 tahun 1990, tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
7) Permendagri No. 8 tahun 1998, tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah.
8) Berbagai Peraturan Daerah yang relevan.
Pencegahan pencemaran dari kawasan industri diatur dlm UU, seperti terlihat dalam Pasal 20 UUPLH disebutkan:
(1) Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup.
(2) Setiap orang dilarang membuang limbah yang berasal dari luar wilayah Indonesia ke media lingkungan hidup Indonesia.
(3) Kewenangan menerbitkan atau menolak permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada pada Menteri.
(4) Pembuangan limbah ke media lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di lokasi pembuangan yang ditetapkan oleh Menteri.
(5) Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.
1) UU No. 5 tahun 1990, tentang Konservasi Sumber daya Alam dan Ekosistemnya.
2) UU No. 24 tahun 1992, tentang Penataan Ruang.
3) UU No. 23 tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
4) UU No. 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah.
5) PP No. 69 tahun 1996, tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, Serta Bentuk
dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang.
6) Keputusan Presiden RI No. 32 tahun 1990, tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
7) Permendagri No. 8 tahun 1998, tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah.
8) Berbagai Peraturan Daerah yang relevan.
Pencegahan pencemaran dari kawasan industri diatur dlm UU, seperti terlihat dalam Pasal 20 UUPLH disebutkan:
(1) Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup.
(2) Setiap orang dilarang membuang limbah yang berasal dari luar wilayah Indonesia ke media lingkungan hidup Indonesia.
(3) Kewenangan menerbitkan atau menolak permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada pada Menteri.
(4) Pembuangan limbah ke media lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di lokasi pembuangan yang ditetapkan oleh Menteri.
(5) Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.
Peran
Pemda juga penting bertanggungjawab dalam mengatur kawasan industri.
Dalam Pasal 22 UUPLH disebutkan:
(1) Menteri melakukan pengawasan terhadap penaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
(2) Untuk melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan.
(3) Dalam hal wewenang pengawasan diserahkan kepada Pemerintah Daerah, Kepala Daerah menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan.
Berkaitan dengan pengawasan dalam Pasal 24 disebutkan:
(1) Untuk melaksanakan tugasnya, pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 berwenang melakukan pemantauan, meminta keterangan, membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu, mengambil contoh, memeriksa peralatan, memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi, serta meminta keterangan dari pihak yang bertanggungjawab atas usaha dan/atau kegiatan.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dimintai keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi permintaan petugas pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Setiap pengawas wajib memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda pengenal serta wajib memperhatikan situasi dan kondisi tempat pengawasan tersebut UU 23 Tahun 1997 juga menggunakan asas kerja sama (cooperation principle) dalam upaya preventif terhadap terjadinya kerusakan lingkungan yang tercantum pada pasal 9 ayat (2) yang berbunyi: “Pengelolaan lingkungan hidup, dilaksanakan secara terpadu oleh instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing, masyarakat, serta pelaku pembangunan lain dengan memperhatikan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup.” Pasal 11 ayat (1): “Pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat nasional dilaksanakan secara terpadu oleh perangkat kelembagaan yang dikoordinasi oleh Menteri”. Juga tercantum dalam Pasal 13 ayat (1): “Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan kepada Pemerintah Daerah menjadi urusan rumah tangganya.”
Dalam Pasal 22 UUPLH disebutkan:
(1) Menteri melakukan pengawasan terhadap penaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
(2) Untuk melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan.
(3) Dalam hal wewenang pengawasan diserahkan kepada Pemerintah Daerah, Kepala Daerah menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan.
Berkaitan dengan pengawasan dalam Pasal 24 disebutkan:
(1) Untuk melaksanakan tugasnya, pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 berwenang melakukan pemantauan, meminta keterangan, membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu, mengambil contoh, memeriksa peralatan, memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi, serta meminta keterangan dari pihak yang bertanggungjawab atas usaha dan/atau kegiatan.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dimintai keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi permintaan petugas pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Setiap pengawas wajib memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda pengenal serta wajib memperhatikan situasi dan kondisi tempat pengawasan tersebut UU 23 Tahun 1997 juga menggunakan asas kerja sama (cooperation principle) dalam upaya preventif terhadap terjadinya kerusakan lingkungan yang tercantum pada pasal 9 ayat (2) yang berbunyi: “Pengelolaan lingkungan hidup, dilaksanakan secara terpadu oleh instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing, masyarakat, serta pelaku pembangunan lain dengan memperhatikan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup.” Pasal 11 ayat (1): “Pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat nasional dilaksanakan secara terpadu oleh perangkat kelembagaan yang dikoordinasi oleh Menteri”. Juga tercantum dalam Pasal 13 ayat (1): “Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan kepada Pemerintah Daerah menjadi urusan rumah tangganya.”
sumber:
Lingkungan
hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan
dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakuknya, yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lainnya (UU. No. 23/1997). Lingkungan hidup dalam pengertian ekologi tidaklah
mengenal batas wilayah baik wilayah negara maupun wilayah administrati f, akan tetapi
jika lingkungan hidup dikaitkan dengan pengelolaannya maka harus jelas batas wilayah
wewenang pengelolaan tersebut.
dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakuknya, yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lainnya (UU. No. 23/1997). Lingkungan hidup dalam pengertian ekologi tidaklah
mengenal batas wilayah baik wilayah negara maupun wilayah administrati f, akan tetapi
jika lingkungan hidup dikaitkan dengan pengelolaannya maka harus jelas batas wilayah
wewenang pengelolaan tersebut.
Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan
penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek
yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di
sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek Abiotik,
Biotik, dan Kultural. Dasar hukum AMDAL adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun
1999 tentang “Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup”.
Di
Indonesia merupakan salah satu Negara yang paling banyak penduduk, berbagai
kebuthan semakin meningkat terutama dalam hal pekerjaan. Semakin banyak manusia
di bumi ini maka semakin banyak pula kebutuhan yang harus terpenuhi agar mereka
bisa bertahan hidup. pembangunan perlu dilakukan untuk meningkatkan tingkat
kesejahteraan rakyat terutama untuk memperluas lapangan pekerjaan. Namun dalam
pembangunan harus memperhatikan beberapa dampak dan aturan-aturan yang berlaku
atau biasa di sebut AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) pembangunan
harus berwawasan lingkungan sehingga menjadi berkelanjutan untuk jangka
panjang.
AMDAL
harus dilakukan dengan dua macam cara sebagai berikut.
a.
AMDAL harus dilakukan untuk proyek yang akan dibangun karena Undang-Undang dan
Peraturan-Peraturan Pemerintah menghendaki demikian. Apabila pemilik atau
pemrakarsa proyek tidak melakukannya maka akan melanggar undang-undang dan
besar kemungkinan perizinan untuk pembangunan proyek tersebut tidak akan
didapat, atau akan menghadapi pengadilan yang dapat memberikan sanksisanksi
yang tidak ringan. Cara ini cukup efektif untuk memaksa para pemilik proyek
yang kurang memperhatikan kualitas lingkungan atau pemilik proyek yang hanya
mementingkan keuntungan proyeknya sebesar mungkin tanpa menghiraukan dampak
sampingan yang timbul. Tanpa adanya undang-undang, peraturan pemerintah, dan
Pedomanpedoman Baku Mutu maka dasar hukum dari pelaksanaan AMDAL ini tidak ada.
b.
AMDAL harus dilakukan agar kualitas lingkungan tidak rusak karena adanya
proyek-proyek pembangunan. Cara kedua ini merupakan yang ideal, tetapi
kesadaran mengenai masalah ini tidak mudah ditanamkan pada setiap orang
terutama para pemrakarsa proyek. Manusia dalam usahanya memenuhi kebutuhan dan
meningkatkan kesejahteraannya telah melakukan berbagai aktivitas dari bentuk
yang sederhana sampai yang sangat canggih, mulai dari bangunan yang kecil
sampai yang sangat besar dan canggih, mulai dari yang hanya sedikit saja
mengubah sumber daya alam dan lingkungan sampai yang menimbulkan perubahan yang
besar.
Untuk
menghindari timbulnya dampak lingkungan yang tidak dapat ditoleransi maka perlu
disiapkan rencana pengendalian dampak negative yang akan terjadi. Untuk dapat
merencanakan pengendalian dampak negatif harus diketahui dampak negatif apa
yang akan terjadi dan untuk dapat mengetahui dampak yang akan terjadi maka
perlu dilakukan pendugaan dampak lingkungan. Langkah ini disebut Pendugaan
Dampak Lingkungan atau Environmental Impact Assessment dan pendugaan ini
merupakan
proses dalam AMDAL. AMDAL dilakukan untuk menjamin tujuan proyek-proyek
pembangunan yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat tanpa merusak
kualitas lingkungan hidup. AMDAL bukanlah suatu proses yang berdiri sendiri,
tetapi merupakan bagian dari proses AMDAL yang lebih besar dan lebih penting
sehingga AMDAL merupakan bagian dari beberapa hal, yaitu pengelolaan
lingkungan, pemantauan proyek, pengelolaan proyek, pengambil keputusan, dan
dokumen yang penting.
Aktivitas pengelolaan lingkungan baru dapat dilakukan apabila dapat disusun rencana pengelolaan lingkungan, sedangkan rencana pengelolaan lingkungan dapat disusun apabila telah diketahui dampak lingkungan yang akan terjadi akibat dari proyek-proyek pembangunan yang akan dibangun.
Aktivitas pengelolaan lingkungan baru dapat dilakukan apabila dapat disusun rencana pengelolaan lingkungan, sedangkan rencana pengelolaan lingkungan dapat disusun apabila telah diketahui dampak lingkungan yang akan terjadi akibat dari proyek-proyek pembangunan yang akan dibangun.
Pendugaan
dampak lingkungan yang digunakan sebagai dasar pengelolaan dapat berbeda dengan
kenyataan dampak yang terjadi setelah proyek berjalan sehingga program
pengelolaan lingkungan sudah tidak sesuai atau mungkin tidak mampu
menghindarkan rusaknya lingkungan.
Perbedaan dari dampak yang diduga dan dampak yang terjadi dapat disebabkan oleh:
Perbedaan dari dampak yang diduga dan dampak yang terjadi dapat disebabkan oleh:
a.
Penyusun laporan AMDAL kurang tepat di dalam melakukan pandangan dan biasanya
juga disebabkan pula oleh tidak cermatnya para evaluator dari berbagai instansi
pemerintah yang terlibat sehingga konsep atau draft laporan AMDAL yang tidak
baik sudah disetujui menjadi laporan akhir.
b.
Pemilik proyek tidak menjalankan proyeknya sesuai dengan apa yang telah
tertulis di dalam laporan AMDAL yang telah diterima pemerintah terutama
saran-saran dan pedoman di dalam mengendalikan dampak negatif. Misalnya pada
laporan AMDAL jelas bahwa proyek harus membangun pengelolaan air limbah (water
treatment plant), tetapi kenyataannya tidak dilakukan atau walaupun dilakukan tidak
bekerja dengan baik. Contoh lain misalnya alat penyerap debu (dust absorber)
yang harusnya diganti atau dibersihkan tiap dua tahun sekali, tetapi sudah lima
tahun tidak juga diganti.
Untuk
menghindari kegagalan pengelolaan lingkungan ini maka pemantauan haruslah
dilakukan sedini mungkin, sejak awal dari pembangunan, secara terus-menerus
dengan frekuensi yang teratur, apabila diperlukan sejak pra pembangunan. Hasil
dari pemantauan kemudian digunakan untuk memperbaiki rencana pengelolaan
lingkungan kalau memang hasil pemantauan tidak sesuai dengan pendugaan dalam
AMDAL. Hasil pemantauan juga dapat digunakan untuk memperbaiki pendugaan atau
untuk melakukan pendugaan ulang. Secara skematis hubungan hasil ANDAL,
pemantauan, dan pengelolaan dapat dilihat pada gambar berikut.
CONTOH
KASUS AMDAL DI INDONESIA
Aspek Hukum Perlindungan kawasan industri di Semarang dari Pencemaran Limbah Pengelolaan lingkungan adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup (pasal 1 angka 2 UUPLH). Secara umum Pengelolaan secara terpadu menghendaki adanya keberlanjutan (sustainability) dalam pemanfaatan. Sebagai kawasan yang dimanfaatkan untuk berbagai sektor pembangunan, wilayah ini memiliki kompleksitas isu, permasalahan, peluang dan tantangan.
Terdapat beberapa dasar hukum pengelolaan kawasan industri yaitu:
1) UU No. 5 tahun 1990, tentang Konservasi Sumber daya Alam dan Ekosistemnya.
2) UU No. 24 tahun 1992, tentang Penataan Ruang.
3) UU No. 23 tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
4) UU No. 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah.
5) PP No. 69 tahun 1996, tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, Serta Bentuk
dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang.
6) Keputusan Presiden RI No. 32 tahun 1990, tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
7) Permendagri No. 8 tahun 1998, tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah.
8) Berbagai Peraturan Daerah yang relevan.
Pencegahan pencemaran dari kawasan industri diatur dlm UU, seperti terlihat dalam Pasal 20 UUPLH disebutkan:
(1) Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup.
(2) Setiap orang dilarang membuang limbah yang berasal dari luar wilayah Indonesia ke media lingkungan hidup Indonesia.
(3) Kewenangan menerbitkan atau menolak permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada pada Menteri.
(4) Pembuangan limbah ke media lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di lokasi pembuangan yang ditetapkan oleh Menteri.
(5) Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.
Peran Pemda juga penting bertanggungjawab dalam mengatur kawasan industri.
Dalam Pasal 22 UUPLH disebutkan:
(1) Menteri melakukan pengawasan terhadap penaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
(2) Untuk melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan.
(3) Dalam hal wewenang pengawasan diserahkan kepada Pemerintah Daerah, Kepala Daerah menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan.
Aspek Hukum Perlindungan kawasan industri di Semarang dari Pencemaran Limbah Pengelolaan lingkungan adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup (pasal 1 angka 2 UUPLH). Secara umum Pengelolaan secara terpadu menghendaki adanya keberlanjutan (sustainability) dalam pemanfaatan. Sebagai kawasan yang dimanfaatkan untuk berbagai sektor pembangunan, wilayah ini memiliki kompleksitas isu, permasalahan, peluang dan tantangan.
Terdapat beberapa dasar hukum pengelolaan kawasan industri yaitu:
1) UU No. 5 tahun 1990, tentang Konservasi Sumber daya Alam dan Ekosistemnya.
2) UU No. 24 tahun 1992, tentang Penataan Ruang.
3) UU No. 23 tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
4) UU No. 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah.
5) PP No. 69 tahun 1996, tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, Serta Bentuk
dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang.
6) Keputusan Presiden RI No. 32 tahun 1990, tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
7) Permendagri No. 8 tahun 1998, tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah.
8) Berbagai Peraturan Daerah yang relevan.
Pencegahan pencemaran dari kawasan industri diatur dlm UU, seperti terlihat dalam Pasal 20 UUPLH disebutkan:
(1) Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup.
(2) Setiap orang dilarang membuang limbah yang berasal dari luar wilayah Indonesia ke media lingkungan hidup Indonesia.
(3) Kewenangan menerbitkan atau menolak permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada pada Menteri.
(4) Pembuangan limbah ke media lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di lokasi pembuangan yang ditetapkan oleh Menteri.
(5) Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.
Peran Pemda juga penting bertanggungjawab dalam mengatur kawasan industri.
Dalam Pasal 22 UUPLH disebutkan:
(1) Menteri melakukan pengawasan terhadap penaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
(2) Untuk melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan.
(3) Dalam hal wewenang pengawasan diserahkan kepada Pemerintah Daerah, Kepala Daerah menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan.
Berkaitan
dengan pengawasan dalam Pasal 24 disebutkan:
(1) Untuk melaksanakan tugasnya, pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 berwenang melakukan pemantauan, meminta keterangan, membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu, mengambil contoh, memeriksa peralatan, memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi, serta meminta keterangan dari pihak yang bertanggungjawab atas usaha dan/atau kegiatan.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dimintai keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi permintaan petugas pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Setiap pengawas wajib memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda pengenal serta wajib memperhatikan situasi dan kondisi tempat pengawasan tersebut UU 23 Tahun 1997 juga menggunakan asas kerja sama (cooperation principle) dalam upaya preventif terhadap terjadinya kerusakan lingkungan yang tercantum pada pasal 9 ayat (2) yang berbunyi: “Pengelolaan lingkungan hidup, dilaksanakan secara terpadu oleh instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing, masyarakat, serta pelaku pembangunan lain dengan memperhatikan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup.” Pasal 11 ayat (1): “Pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat nasional dilaksanakan secara terpadu oleh perangkat kelembagaan yang dikoordinasi oleh Menteri”. Juga tercantum dalam Pasal 13 ayat (1): “Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan kepada Pemerintah Daerah menjadi urusan rumah tangganya.”
(1) Untuk melaksanakan tugasnya, pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 berwenang melakukan pemantauan, meminta keterangan, membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu, mengambil contoh, memeriksa peralatan, memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi, serta meminta keterangan dari pihak yang bertanggungjawab atas usaha dan/atau kegiatan.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dimintai keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi permintaan petugas pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Setiap pengawas wajib memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda pengenal serta wajib memperhatikan situasi dan kondisi tempat pengawasan tersebut UU 23 Tahun 1997 juga menggunakan asas kerja sama (cooperation principle) dalam upaya preventif terhadap terjadinya kerusakan lingkungan yang tercantum pada pasal 9 ayat (2) yang berbunyi: “Pengelolaan lingkungan hidup, dilaksanakan secara terpadu oleh instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing, masyarakat, serta pelaku pembangunan lain dengan memperhatikan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup.” Pasal 11 ayat (1): “Pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat nasional dilaksanakan secara terpadu oleh perangkat kelembagaan yang dikoordinasi oleh Menteri”. Juga tercantum dalam Pasal 13 ayat (1): “Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan kepada Pemerintah Daerah menjadi urusan rumah tangganya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar